Penulis: Amir Mahmud / Aktivis Jerowaru
Sejak lama alam Indonesia telah banyak di minati penduduk dunia. Kekayaan alam yang terkandung di dalam perut bumi: Gas alam. Minyak bumi. Batu bara. Nikel dan Timah. Bahkan cadangan mas dan logam batu mulya lainya menghiasi harapan ekonomi bangsa akan lebih sejahtera.
Dari sisi bahari alam Indonesia menyimpan banyak potensi yang dapat menjadi sumber kekayaan bangsa. Hutan luas dengan segala isi yang terdapat di dalamnya: ada satwa. Ada pohon-pohon raksasa. Ada burung-burung langka yang di lindungi. Semuanya adalah satu kesatuan ekosistem yang dapat menciptakan sumber ekonomi dan kelangsungan habitat mahluk dan alam.
Kenyataan akan potensi kekayaan alam Indonesia itu tersebar dari ujung Sabang sampai Merauke. Dari ujung timur sampai ujung barat barisan gugusan kepulauan Indonesia terdapat kekayaan alam yang memotivasi bangsa-bangsa barat datang atas nama berdagang (investasi) menjarah bangsa ini.
Sampai saat ini, investasi hanya kedok dari praktik kolonialisme. Atas nama investasi, masyarakat di kriminalisasi. di gusur dari mata pencahariannya. Di usir dari tanah kelahirannya. Di relokasi dari kemandiriannya. Banyak investasi di negeri ini yang mengebiri kepentingan rakyat sendiri. Investasi menjalankan logika penjajah meminjam istilah kang holid.
Masyarakat di belah dengan politik devide et empera. Politik belah bambu. Kita di belah oleh pemilik modal dan pemegang kuasa. Kepentingan rakyat di buat menjadi kepentingan negara atas nama proyek strategis nasional. Rakyat tidak boleh menolak atas nama kepentingan negara. Kolonialisme gaya baru merampas dengan tangan kuasa dan alat negara.
Ternyata praktik kolonial atas nama investasi tidak hanya terjadi di perairan banten dan pulau rempang. Di pulau seribu masjid, di ujung selatan lombok timur ada praktik kolonial berledok investasi atas nama PT E dan PT A.
Investasi kepentingan siapa
Melihat kasus yang ada sekarang ini, perseteruan dua perusahaan investasi asing yang terjadi di objek lahan hutan sekaroh, yaitu di RTK (register tanah kehutanan) 15 sekaroh, harusnya pemerintah tegas mengambil tindakan.
Pemerintah bisa menilai dengan objektif perusahaan yang serius melakukan investasi dengan yang tidak. Kedua perusahaan Berdasarkan informasi yang tersebar di berbagai sumber telah sama-sama mendapat izin dari pemerintah sejak 2010. Baik pihak PT. ESL juga PT. Autore. Namun dari fakta yang terlihat sejak 2013 PT. ESL misalnya sudah mendapat izin IUP jasa wisata lingkungan alam namun sampai saat ini tidak terlihat terdapat pembangunan sebagai keseriusan investasi di sektor tersebut.
Aktivitas usaha yang berlangsung di RTK 15 sekaroh merupakan tindakan usaha yang di lakukan oleh pihak asing. Artinya perusahaan yang berinvestasi pada hutan produksi sekaroh merupakan perusahaan badan hukum yang sebagian atau keseluruhannya di miliki asing. Namun sejak izin usaha di berikan pemerintah kepada pihak PT. ESL pelaksanaan jenis usaha yang akan di bangun tidak kunjung berwujud.
Secara regulasi dengan keluarnya permen lingkungan hidup dan kehutanan nomor P. 31 MenLHK/setjen/Kum.1/3/2016 tentu tidak alasan lagi bagi perusahaan atau investor yang telah mendapatkan izin melakukan pengelolaan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam-hutan produksi untuk tidak membangun. Namun kenyataannya sampai saat ini sejak PT. ESL mendapatkan izin pada tahun 2013 tidak pernah melakukan aktivitas pembangunan untuk menunjang pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam sebagai mana di atur dalam permen LHK pada pasal 4 ayat 1 huruf a dan b.
Sampai kemudian muncul konflik yang terjadi saat ini terkait klaim lahan di RTK 15 hutan sekaroh oleh PT ESL dan PT. Autore sesungguhnya siapa punya peran.
Pada laporan hasil penelitian yang di lakukan Saufana Hardi, Arba dan Widodo Dwi Putro dalam Jurnal Education and Development, Institue Pendidikan Tapanuli Selatan, bahwa sesungguhnya konflik di RTK 15 hutan sekaroh merupakan konflik agraria yang melibatkan banyak pihak. Dan pendekatan normatif ansich masih belum efektif menyelesaikan konflik tersebut.
Pada paparan hasil penelitian terlihat RTK 15 sekaroh adalah lahan hutan yang telah di berikan status sebagai kawasan hutan oleh negara melalui kementerian pertanian melalui keputusan nomor: 756/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 oktober 1982 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan.
Berdasarkan penjelasan hasil penelitian yang telah di lakukan oleh para akademisi tentu kita bisa melihat dan menilai sesungguhnya peran pemerintah sebagai pemberi SHM kepada para investor sangat vital. Pendekatan yang lebih komprehensif dan berbasis kearifan lokal juga berkepastian lebih di utamakan.
Peranan pemerintah sebagai penentu keberlangsungan investasi di RTK 15 sekaroh adalah kunci penyelesaian konflik yang terjadi. Tentu dengan penilaian secara objektif terhadap para pihak yang berinvestasi. Sebab investasi tujuannya adalah bagaimana menciptakan efek ekonomi dan melahirkan kesejahteraan bagi masyarakat terutama di sekitar lingkar hutan RTK 15 sekaroh sebagai objek investasi. Bukan malah menjadi pemicu munculnya konflik yang berkepanjangan.
Konflik agraria di kawasan hutan RTK 15 sekaroh telah lama terjadi dan tidak berkesudahan. Bahkan berbagai upaya penyelesaian sudah di lakukan terutama melalui pendekatan yuridis normatif. Bahkan penegakan hukum represif dengan mempidanakan beberapa orang ternyata masih belum mampu menuntaskan persoalan tersebut.
Pada prinsipnya pengelolaan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam dimanapun di belahan bumi Indonesia wabil khusus RTK 15 sekaroh harus di lakukan penilaian ulang oleh pemerintah demi memberi kepastian kepada semua pihak baik masyarakat, investor dan iklim investasi sesuai amanat undang-undang dasar. Denga bahasa sederhana kembalikan pengelolaan hutan kepada negara dan berikan kepada siapapun baik atas nama perorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat dan jujur melakukan investasi.
Cabut izin investasi
Berdasarkan fakta lapangan selama puluhan tahun investasi yang berkembang di RTK 15 sekaroh berdasar informasi dari sumber pemberitaan baru hanya PT autore yang memiliki aktivitas bisnis pemanfaatan lahan dan ruang laut. Dan memiliki kelayakan izin yang terus di perbaharui. Sementara untuk PT. ESL, sejak mendapat izin usaha atau IUPJLWA belasan tahun lalu tidak ada sedikitpun pembangunan fasilitas usaha yang di janjikan yang di bangun. Bahkan pada saat konflik ini muncul baru ada aktivitas ground breking. Dan itu hanya simbolis saja. Lalu selama ini investasi apa yang di lakukan PT. ESL di daerah kita ini.
Sebagaimana tujuan investasi adalah dalam rangka menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar lingkar hutan dan masyarakat NTB umumnya, tentu patut kita pertanyakan keseriusan pihak perusahaan berinvestasi. Jangan hanya mempekerjakan beberapa orang lalu itu di anggap sebagai telah menciptakan kesejahteraan. Praktik dan klaim itu tidak lebih hanyalah strategi penjajah membelah rakyat. Beberapa orang di rekrut hanya menjadi penjaga pos dan penunggu lahan kemudian di klaim sebagai penciptaan lapangan kerja. Sy kira itu hanya strategi menguasai lahan untuk kemudian di manfaatkan untuk memperkaya diri sendiri dan korporasi. Lalu, pertanyaannya dari mana negara bisa mendapatkan penghasilan dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP)?
Atau investasi di RTK 15 sekaroh adalah lahan yang telah di kuasai oleh individu-individu atau korporasi tertentu tetapi mengatasnamakan investor asing. Ini patut kita duga sebagai bagian dari pengambil alihan lahan negara oleh identitas dan korporasi tertentu.
Oleh karena itu menurut kami ketegasan pemerintah sangat di perlukan untuk bersikap mencabut izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Hutan Produksi yang ada di RTK 15 sekaroh terhadap PT. ESL berdasarkan indikator keseriusan berinvestasi.
Akhirnya kami menunggu sikap tegas dan objektif pemerintah terhadap keberadaan perusahaan asing terutama PT. ESL yang telah menguasai lahan hutan RTK 15 sekaroh belasan tahun tapi tidak memberikan kontribusia apapun bagi masyarakat. Disini kita akan menguji keberpihakan pemerintah menyelamatkan aset bangsa dan rakyat.
0 Komentar